Studi Prinsip Dasar Metode
Pengajaran Bahasa Arab
Oleh : Muhammad Shoheh
A. Muqaddimah
Belajar
Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip
dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran),
materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab
meliputi kemampuan menyimak (listening competence/mahaarah al – Istima’),
kemampuan berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum), kemampuan
membaca (reading competence/mahaarah al-qira’ah), dan kemampuan menulis
(writing competence/mahaarah al – Kitaabah).
Setiap anak manusia pada dasarnya
mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan
dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah
tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki,
motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya.
Tujuan
Pengajaran Belajar bahasa ibu (bahasa bawaan -edt) merupakan tujuan yang hidup,
yaitu sebagai alat komunikasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dalam
hidupnya, oleh karena itu motivasi untuk belajarnya sangat tinggi. Sementara itu belajar bahasa asing,
seperti bahasa Arab (bagi non Arab), pada umunya mempunyai tujuan sebagai alat
komunikasi dan ilmu pengetahuan (kebudayaan). Namun bahasa asing tidak
dijadikan sebagai bahasa hidup sehari-hari, oleh karena itu motivasi belajar
Bahasa Arab lebih rendah daripada bahasa ibu. Padahal besar kecilnya motivasi
belajar Bahasa Arab mempengaruhi hasil yang akan dicapai.
Kemampuan
dasar yang dimiliki Ketika anak kecil belajar bahasa ibu, otaknya masih bersih
dan belum mendapat pengaruh bahasa-bahasa lain, oleh karena itu ia cenderung
dapat berhasil dengan cepat. Sementara ketika mempelajari Bahasa
Arab, ia telah lebih
dahulu menguasai bahasa ibunya, baik lisan, tulis, maupun bahasa berpikirnya.
Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab tentu lebih sulit dan berat, karena ia
harus menyesuaikan sistem bahasa ibu kedalam sistem bahasa Arab, baik sistem
bunyi, struktur kata, struktur kalimat maupun sistem bahasa berpikirnya1.
B.Prinsip-prinsip pengajaran Bahasa Arab (asing)
Ada lima prinsip dasar dalam
pengajaran bahasa Arab asing, yaitu prinsip prioritas dalam proses penyajian,
prinsip koreksitas dan umpan balik, prinsip bertahap, prinsip penghayatan,
serta korelasi dan isi;
1.Prinsip prioritas
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, ada prinsip-prinsip prioritas
dalam penyampaian materi pengajaran, yaitu; pertama, mengajarkan, mendengarkan,
dan bercakap sebelum menulis. Kedua, mengakarkan kalimat sebelum mengajarkan
kata. Ketiga, menggunakan kata-kata yang lebih akrab dengan kehidupan
sehari-hari sebelum mengajarkan bahasa sesuai dengan penutur Bahasa Arab.
1)Mendengar dan berbicara terlebih dahulu
daripada menulis. Prinsip ini berangkat dari asumsi bahwa pengajaran bahasa
yang baik adalah pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang alami
pada manusia2, yaitu setiap anak akan mengawali perkembangan bahasanya dari
mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan. Hal itu menunjukkan bahwa
kemampuan mendengar/menyimak harus lebih dulu dibina, kemudian kemampuan
menirukan ucapan, lalu aspek lainnya seperti membaca dan menulis. Ada beberapa teknik
melatih pendengaran/telinga,yaitu:
i.Guru bahasa asing (Arab) hendaknya mengucapkan kata-kata
yang beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara peserta
didik menirukannya di dalam hati secara kolektif.
ii.Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ه – ح, ء – ع س– ش, ز – ذ , dan seterusnya3.
iii.Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (dalam hal ini bahasa indonesia, -edt) peserta didik, seperti: خ, ذ, ث, ص, ض dan
ii.Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ه – ح, ء – ع س– ش, ز – ذ , dan seterusnya3.
iii.Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (dalam hal ini bahasa indonesia, -edt) peserta didik, seperti: خ, ذ, ث, ص, ض dan
seterusnya. Adapun dalam pengajaran pengucapan dan peniruan
dapat menempuh langkah-langkah berikut4.
i.Peserta didik dilatih untuk melafalkan huruf-huruf tunggal
yang paling mudah dan tidak asing, kemudian dilatih dengan huruf-huruf dengan
tanda panjang dan kemudian dilatih dengan lebih cepat dan seterusnya dilatih
dengan melafalkan kata-kata dan kalimat dengan cepat. Misalnya : بى, ب, با, بو
dan seterusnya.
ii.Mendorong peserta didik ketika proses pengajaran menyimak dan melafalkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
ii.Mendorong peserta didik ketika proses pengajaran menyimak dan melafalkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
2)Mengajarkan
kalimat sebelum mengajarkan bahasa
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.
Oleh karena itu, sebaiknya seorang guru bahasa Arab dapat
memilih kalimat yang isinya mudah dimengerti oleh peserta didik dan mengandung
kalimat inti saja, bukan kalimat yang panjang (jika kalimatnya panjang
hendaknya di penggal – penggal). Contoh: اشتريت سيارة صغيرة بيضاء مستعملة
مصنوعة في اليا بان Kemudian dipenggal – penggal menjadi : اشتريت سيارة اشتريت
سيارة صغيرة اشتريت سيارة صغيرة بيضاء Dan seterusnya..
2.Prinsip korektisitas (الدقة) Prinsip ini diterapkan ketika
sedang mengajarkan materi الأصوات (fonetik), التراكب (sintaksis), dan المعانى
(semiotic). Maksud dari prinsip ini adalah seorang guru bahasa Arab hendaknya
jangan hanya bisa menyalahkan pada peserta didik, tetapi ia juga harus mampu
melakukan pembetulan dan membiasakan pada peserta didik untuk kritis pada
hal-hal berikut: Pertama, korektisitas dalam pengajaran (fonetik). Kedua,
korektisitas dalam pengajaran (sintaksis). Ketiga, korektisitas dalam
pengajaran (semiotic). a.Korektisitas dalam pengajaran fonetik Pengajaran aspek
keterampilan ini melalui latihan pendengaran dan ucapan. Jika peserta didik
masih sering melafalkan bahasa ibu, maka guru harus menekankan latihan
melafalkan dan menyimak bunyi huruf Arab yang sebenarnya secara terus-menerus
dan fokus pada kesalahan peserta didik5. b.Korektisitas dalam pengajaran
sintaksis Perlu diketahui bahwa struktur kalimat dalam bahasa satu dengan yang
lainnya pada umumnya terdapat banyak perbedaan. Korektisitas ditekankan pada
pengaruh struktur bahasa ibu terhadap Bahasa Arab. Misalnya, dalam bahasa
Indonesia kalimat akan selalu diawali dengan kata benda (subyek), tetapi dalam
bahasa Arab kalimat bisa diawali dengan kata kerja ( فعل ). c.Korektisitas
dalam pengajaran semiotik Dalam bahasa Indonesia pada umumnya setiap kata dasar
mempunyai satu makna ketika sudah dimasukan dalam satu kalimat. Tetapi, dalam
bahasa Arab, hampir semua kata mempunyai arti lebih dari satu, yang lebih
dikenal dengan istilah mustarak (satu kata banyak arti) dan mutaradif (berbeda
kata sama arti). Oleh karena itu, guru bahasa Arab harus menaruh perhatian yang
besar terhadap masalah tersebut. Ia harus mampu memberikan solusi yang tepat
dalam mengajarkan makna dari sebuah ungkapan karena kejelasan petunjuk.
3.Prinsip Berjenjang ( التدرج) Jika dilihat dari sifatnya,
ada 3 kategori prinsip berjenjang, yaitu: pertama, pergeseran dari yang konkrit
ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari yang sudah diketahui ke
yang belum diketahui. Kedua, ada kesinambungan antara apa yang telah diberikan
sebelumnya dengan apa yang akan ia ajarkan selanjutnya. Ketiga, ada peningkatan
bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik jumlah jam maupun
materinya.
a.Jenjang Pengajaran mufrodat Pengajaran kosa kata hendaknya
mempertimbangkan dari aspek penggunaannya bagi peserta didik, yaitu diawali
dengan memberikan materi kosa kata yang banyak digunakan dalam keseharian dan
berupa kata dasar. Selanjutnya memberikan materi kata sambung. Hal ini
dilakukan agar peserta didik dapat menyusun kalimat sempurna sehingga terus
bertambah dan berkembang kemampuannya.
b.Jenjang Pengajaran Qowaid (Morfem) Dalam pengajaran Qowaid,
baik Qowaid Nahwu maupun Qowaid Sharaf juga harus mempertimbangkan kegunaannya
dalam percakapan/keseharian. Dalam pengajaran Qawaid Nahwu misalnya, harus
diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (Jumlah Mufiidah), namun rincian
materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
c.Tahapan pengajaran makna ( دلالة المعانى) Dalam mengajarkan
makna kalimat atau kata-kata, seorang guru bahasa Arab hendaknya memulainya
dengan memilih kata-kata/kalimat yang paling banyak digunakan/ditemui dalam
keseharian meraka. Selanjutnya makna kalimat lugas sebelum makna kalimat yang
mengandung arti idiomatic. Dilihat dari teknik materi pengajaran bahasa Arab,
tahapan-tahapannya dapat dibedakan sebagai berikut: pertama, pelatihan melalui
pendengaran sebelum melalui penglihatan. Kedua, pelatihan lisan/pelafalan
sebelum membaca. Ketiga, penugasan kolektif sebelum individu. Langkah-langkah
aplikasi ( الصلابة والمتا نة) Ada
delapan langkah yang diperlukan agar teknik diatas berhasil dan dapat
terlaksana, yaitu:
1.Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah
gramatika, karena contoh yang baik akan menjelaskan gramatika secara mendalam
daripada gramatika saja.
2.Jangan memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi
harus terdiri dari beberapa contoh dengan perbedaan dan persamaan teks untuk
dijadikan analisa perbandingan bagi peserta didik.
3.Mulailah contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam
ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.
4.Mulailah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata
kerja yang bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.
5.Ketika mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan
kata-kata yang paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misalnya
hitam-putih, bundar-persegi.
6.Ketika mengajarkan huruf jar dan maknanya, sebaiknya
dipilih huruf jar yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam
kalimat yang paling sederhana. Contoh Jumlah ismiyyah: الكتاب في الصندوق,
Contoh jumlah fi’iliyah : خرج الطاب من الفصل
7.Hendaknya tidak memberikan contoh-contoh yang membuat
peserta didik harus meraba-raba karena tidak sesuai dengan kondisi pikiran
mereka.
8.Peserta didik diberikan motivasi yang cukup untuk
berekspresi melalui tulisan, lisan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar meraka
merasa terlibat langsung dengan proses pengajaran yang berlangsung.
C.Metode Pengajaran Bahasa Arab
Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya
pengajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan,
dan kecermatan karena ia sama halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan
kiat, strategi dan ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional.” Penerapan metode pengajaran tidak
akan berjalan dengan efektif dan efisien sebagai media pengantar materi
pengajaran bila penerapannya tanpa didasari dengan pengetahuan yang memadai
tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi penghambat jalannya
proses pengajaran, bukan komponen yang menunjang pencapaian tujuan, jika tidak
tepat aplikasinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami dengan baik
dan benar tentang karakteristik suatu metode. Secara sederhana, metode
pengajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: pertama,
metode tradisional/klasikal dan kedua, metode modern. Metode pengajaran bahasa
Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada
“bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar
secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek
gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun
sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan
tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan
beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia,
khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab
tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua
kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami
teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya.
Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di
bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan
mereka”. Metode pengajaran bahasa Arab modern adalah metode pengajaran yang
berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang
sebagai alat komunikasi dalam kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa
Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu
memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab. Metode yang lazim digunakan dalam
pengajarannya adalah metode langsung (tariiqah al – mubasysyarah). Munculnya
metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh
karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil
belajar bahasa. Penjelasan:
Metode Qowa’id dan tarjamah
(Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)
Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik11. Ciri metode ini adalah:
Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik11. Ciri metode ini adalah:
a.Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam
tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar
dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa),
kata mutiara (alhikam), maupun kiasan-kiasan (amtsal).
b.Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan
sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang
terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab – bahasa ibu).
c.Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (Qowa’id
Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.
d.Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam
menerjemah, seperti bentuk kata kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik
menganalisis dengan kaidah gramatikal yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah
bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab)
e.Peserta tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya
bahasa yang dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya,
terutama mengenai penggunaan model gaya bahasa,
al – itnab at Tasbi’ al Istiarah yang merupakan tren / gaya bahasa masa klasik. Aplikasi Metode
Qowa’id dan tarjamah dalam proses pembelajaran;
a.Guru mulai mendengarkan sederetan kalimat yang panjang yang
telah dibebankan kepada peserta didik untuk menghafalkan pada kesempatan
sebelumnya dan telah dijelaskan juga tentang makna dari kalimat-kalimat itu.
b.Guru memberikan kosa kata baru dan menjelaskan maknanya ke
dalam bahasa local/bahasa ibu sebagai persiapan materi pengajaran baru.
c.Selanjutnya guru meminta salah satu peserta didik untuk
membaca buku bacaan dengan suara yang kuat (Qiroah jahriah) terutama menyangkut
hal-hal yang biasanya peserta didik mengalami kesalahan dan kesulitan dan tugas
guru kemudian adalah membenarkan.
d.Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga sekuruh peserta
didik mendapat giliran. e.Setelah itu siswa yang dianggap paling bisa untuk
menterjemahkan, kemudian selanjutnya diarahkan pada pemahaman struktur
gramatikanya12.
Metode langsung (al Thariiqatu al
Mubaasyarah)
Penekanan
pada metode ini adalah pada latihan percakapan terus-menerus antara guru dan
peserta didik dengan menggunakan bahasa Arab tanpa sedikitpun menggunakan
bahasa ibu, baik dalam menjelaskan makna kosa kata maupun menerjemah, (dalam
hal ini dibutuhkan sebuah media). Perlu menjadi bahan revisi disini adalah bahwa dalam metode
langsung, bahasa Arab menjadi bahasa pengantar dalam pengajaran dengan
menekankan pada aspek penuturan yang benar ( al – Nutqu al – Shahiih), oleh
karena itu dalam aplikasinya, metode ini memerlukan hal-hal berikut;
a.Materi pengajaran pada tahap awal berupa latihan oral
(syafawiyah)
b.Materi dilanjutkan dengan latihan menuturkan kata-kata
sederhana, baik kata benda ( isim) atau kata kerja ( fi’il) yang sering
didengar oleh peserta didik.
c.Materi dilanjutkan dengan latihan penuturan kalimat
sederhana dengan menggunakan kalimat yang merupakan aktifitas peserta didik
sehari-hari.
d.Peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih dengan
cara Tanya jawab dengan guru/sesamanya.
e.Materi Qiro’ah harus disertai diskusi dengan bahasa Arab,
baik dalam menjelaskan makna yang terkandung di dalam bahan bacaan ataupun
jabatan setiap kata dalam kalimat.
f.Materi gramatika diajarkan di sela-sela pengajaran,namun
tidak secara mendetail.
g.Materi menulis diajarkan dengan latihan menulis kalimat
sederhana yang telah dikenal/diajarkan pada peserta didik.
h.Selama proses pengajaran hendaknya dibantu dengan alat
peraga/media yang memadai. Penutup Sebagai penutup, bahwa alur makalah ini
lebih menekankan tentang pentingnya: Seorang guru (pendidik) sebaiknya memahami
prinsip – prinsip dasar pengajaran bahasa Arab diatas sebagai bahasa asing
dengan menggunakan metode yang memudahkan peserta didik dan tidak banyak
memaksakan peserta didik ke arah kemandegan berbahasa. Adapun bagi bagi seorang
siswa, bahwasanya belajar bahasa apapun, semuanya membutuhkan proses, banyak
latihan dan banyak mencoba.
Daftar Pustaka
1.Abdurrahman al – Qadir Ahmad, Thuruqu Ta’alim al – Lughah
al – ‘Arabiyah, Maktabah al – Nahdah, al – Mishriyah, Kaira ; 1979.
2.Ahmad al – Sya’alabi, Tarikh al – Tarbiyah al – Islamiyah,
Cet. 11, Kaira: tnp., 1961.
3.Ahmad Syalaby, Ta’lim al – Lughah al ‘Arabiyah lighairi al
– ‘Arab, Maktabah al – Nahdhah al – Mishriyah, Kairo ; 1983.
4.Anis Farihah, Nazhriyaat Hal Lughah, dar al – Kitab al –
Ubnany, Beirut, dar al – Kitab al – Ubnany, 1973.
5.Ibrahim Muhammad ‘Atha, Thuruqu
Tadris al – Lughah al – ‘Arabiyah Wa al – Tarbiyah al – Diniyah, Maktabah al –
Nahdhah al – Mishriyah, Kairo 1996 M / 1416 H.
6.Jassem Ali Jassem, Thuruqu Ta’lim al – Lughah al –
‘arabiyah Li al – Ajanib, (Kuala Lumpur : A.S Noorden, 1996).
7.Kamal Ibrahim Badri dan Mahmud
Nuruddin, Nadzkarah Asas al – Ta’lim al – Lughah al – ajnubiyah, LIPIA,
Jakarta, 1406 H
8.Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan
Islam (perspektif sosiologi-filosofis). P.T Tiara Wacana, Yogyakarta: 2002.
9.Munir, Nizhamu Ta’lim al – Lughah al – ‘Arabiyah fi al – Ma’had al – Islamiyah, Darul Huda, Skripsi, 1996.
9.Munir, Nizhamu Ta’lim al – Lughah al – ‘Arabiyah fi al – Ma’had al – Islamiyah, Darul Huda, Skripsi, 1996.
10.Munir M.Ag., Pengajaran Bahasa Arab Sebagai Bahasa Asing,
yang terkumpul dalam buku yang berjudul Rekonstruksi dan Modernisasi Lembaga
Pendidikan Islam. Global Pustaka Utama, Yogyakarta:
2005.
11.Munir, M.Ag., dkk, Rekonstruksi dan Modernisasi Pendidikan
Islam, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2005,
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking